Terletak di wilayah dengan topografis rawa dataran rendah, daerah Daha di kabupaten Hulu Sungai Selatan provinsi Kalimantan Selatan memiliki bentang alam yang khas. Wilayah rawa gambut di pulau Kalimantan identik dengan cuaca panas dan tanah membentang datar sejauh mata memandang. Daha dibelah oleh aliran Sungai Nagara yang bermuara di Laut Jawa. Vegetasinya berupa beberapa jenis rerumputan, pandan hutan, dan varietas pohon galam.
Uniknya, bentang alam Daha akan berubah drastis saat musim hujan datang. Hujan yang memberondong tanah rawa, akan membawa pola hidup baru bagi makhluk hidup yang tinggal di sana. Tanah yang kering akan terisi dengan genangan-genangan air. Mengubah lahan berumput menjadi lahan berair dengan ketinggian sebatas betis hingga lebih dalam dari tinggi orang dewasa. Air akan menggenangi kolong di bawah rumah warga yang berbentuk rumah panggung. Masa di mana tinggi permukaan air naik ini disebut musim ‘air naik’ oleh masyarakat sekitar.
Rumput akan tumbuh semakin tinggi menghindari tenggelam dalam air. Serangga-serangga dipaksa naik ke dahan-dahan pohon tinggi. Rumah-rumah warga akan berubah menjadi pulau mini yang bagian bawahnya penuh air. Ayam yang dulunya dipelihara di bawah rumah dibawa naik ke atas tanah. Sawah yang biasanya dicapai dengan jalan kaki, kini harus naik jukung (perahu kayu kecil) untuk mengunjunginya. Makhluk hidup baru juga akan bergabung dengan ekosistem itu. Ikan Sepat salah satunya.

Ikan yang berukuran kecil ini adalah primadona di Kalimantan Selatan. Meskipun dagingnya sangat sedikit, namun tidak menghentikan minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan yang termasuk keluarga ikan gurami itu. Ikan ini hanya muncul saat musim air naik. Pada saat itu, hujan yang terus turun akan membuat genangan air yang sangat luas di mana ikan sepat berkembang biak dengan cepat.

Anak-anak hingga orang tua akan berlomba-lomba menangkap ikan kecil ini. Berbekal pancingan buatan sendiri, mereka akan mencari tempat memancing dan saling beradu hasil tangkapan. Masyarakat bisa memancing ikan sepat dari teras rumah panggungnya, atau pergi ke pinggir jalan dan memancing di genangan rawa. Beberapa orang bahkan pergi memancing jauh ke tengah rawa dengan menaiki jukung.
Umpan yang dipakai cukup beragam, mulai dari keong mas yang disebut galambuai, hingga umpan racikan sendiri. Jika beruntung, bisa mendapat ikan sepat siam yang cukup besar.
Kegiatan memancing ikan sepat ini juga menjadi ajang bersosialisasi warga. Berkumpul memancing di rumah salah seorang warga, mereka bisa mengobrol berjam-jam. Dengan suguhan seteko air dan wadai (jajanan), obrolan bisa berlangsung hingga petang datang.
Begitupun dengan anak-anak. Kegiatan memancing ikan sepat menjadi ajang mereka bermain. Tiap hari sepulang mengaji, anak-anak bisa dijumpai bergerombol di tempat-tempat memancing favorit masing-masing. Seruan-seruan mereka akan terdengar tiap beberapa detik sekali tiap salah satu dari mereka mendapat ikan, atau menemukan galambuai besar yang akan dipecah cangkangnya dan menjadi umpan milik bersama.
Durasi memancing anak-anak bahkan bisa lebih panjang dari orang dewasa. Dari pulang mengaji, anak-anak biasanya belum akan pulang jika petang belum menjelang. Terkadang di waktu istirahat sekolah, mereka akan memancing dari pelataran sekolah atau bahkan dari lubang-lubang papan kayu lantai kelas.
Jika kamu berkesempatan mengunjungi desa-desa di kawasan Daha di musim air naik, kamu akan menjumpai anak-anak yang lalu-lalang membawa seember penuh tangkapan berbagai ikan.
Ikan yang mereka tangkap selalu dibawa pulang, untuk kemudian diolah dan dimakan bersama keluarga. Daging ikan sepat segar amat manis dan bisa diolah dengan beragam cara. Ikan ini bisa digoreng kering dengan bumbu rempah, direbus bersama wortel, daun sup, dan rempah, atau dimasukan ke dalam kuah soto banjar untuk menghasilkan kaldu ikan yang aromanya mampu membuat siapapun menitikkan air liur.

Olahan ikan sepat favorit adalah ikan sepat kering. Ikan sepat dijemur berjejer-jejer hingga habis kadar airnya, untuk kemudian digoreng. Masyarakat sangat menyukai sensasi gurih, dan renyah dari ikan sepat kering yang digoreng. Bahkan saking renyahnya, tidak perlu lagi repot-repot memisahkan daging ikan dari durinya. Langsung digigit dan kres! Makyusss.
Dengan melimpahnya ikan sepat di daerah Daha, masyarakat lokal juga mendapat keuntungan ekonomi yang tidak sedikit jumlahnya. Usaha jual beli ikan sepat yang sudah dikeringkan berkembang pesat di Daha. Harga satu kilogram ikan sepat kering kecil bisa mencapai Rp. 60.000,00. Konsumen juga bisa membeli seberat 250 gram, atau per ons. Ada juga ikan sepat kering dalam kemasan cantik yang biasa dibeli wisatawan untuk oleh-oleh.
Penangkapan ikan sepat kering dilakukan seluruhnya menggunakan cara-cara dan peralatan tradisional seperti tampirai, lukah, lalangit, pancingan, dll. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Bahkan Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki Perda yang mengatur masalah ini.
Ikan Sepat memang berukuran kecil, namun pengaruhnya dalam budaya bermasyarakat sungguh tidak dapat dipandang sebelah mata.