
Di tengah perkembangan masyarakat saat ini, semangat gotong royong yang sejatinya tumbuh di dalam setiap individu perlahan mulai terkikis. Masyarakat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan memiliki kecenderungan untuk menjadi individualistik. Kelekatan dan kolektivitas satu sama lain mulai pudar sehingga biasanya saling acuh.
Lalu bagaimana dengan masyarakat di pedesaan? Kondisinya tentu sedikit berbeda, meski di beberapa daerah pembangunan mulai dilakukan di sudut-sudut desa, ini tidak banyak berpengaruh pada kolektivitas warganya. Semangat gotong royong masih bisa dilihat pada beberapa kesempatan.
Sebut saja di daerah pedesaan Pulau Jawa, warga secara sukarela bahu membahu membantu tetangganya yang sedang mengadakan acara besar. Di pedesaan Cirebon, tradisi ini lazim disebut dengan Ngobeng sementara di pedesaan Jawa Tengah tradisi ini akrab disebut Rewang dan di beberapa daerah di Jawa Timur disebut Landang. Ketiga istilah di atas memiliki makna “membantu” dalam bahasa masing-masing daerah.
Berkumpulnya warga bukan tanpa sebab, biasanya ini merupakan bentuk balas jasa atas kebaikan si empunya acara yang sebelumnya pernah membantu juga. Dalam tradisi Ngobeng, Rewang, atau Landang biasanya yang banyak berkontribusi mensukseskan acara adalah para ibu-ibu sekitar. Mereka dengan antusias membuka pawon atau dapur dengan membuat tungku-tungku kayu besar untuk memasak sajian selama acara berlangsung. Tidak jarang ibu-ibu juga ikut menyumbang beberapa bahan makanan untuk sajian tersebut.

Acara besar yang biasanya mengundang ibu-ibu sekitar untuk Ngobeng, Rewang, atau Landang biasanya merupakan sebuah hajat, misalnya pernikahan atau khitanan. Para ibu yang berkumpul untuk membantu proses memasak bisanya dibagi ke dalam beberapa kelompok. Ada kelompok yang bertugas memasak nasi dalam dandang aluminium besar, kemudian kelompok lain mengolah daging sapi dan ayam, lalu ada pula kelompok yang memasak lauk sederhana seperti tempe dan tahu bacem atau telur, dan terakhir ada kelompok yang memasak lauk pelengkap seperti sup.
Tidak hanya fokus pada proses memasak, ada pula ibu-ibu yang bertugas mengatur sirkulasi makanan dari dapur dan prasmanan. Bisanya mereka yang akan sibuk mondar-mandir prasmanan dan dapur. Kemudian jangan lupakan ibu-ibu yang sibuk mencuci alat makan untuk stok para tamu undangan.
Kegiatan Ngobeng, Rewang, atau Landang biasanya berlangsung sejak H-1 hingga H+1 hajat pernikahan maupun khitanan. Pada H-1, biasanya hal yang dilakukan oleh ibu-ibu lebih banyak menyiapkan pawon atau dapur dan mengolah beberapa bahan seperti daging atau ayam untuk diproses masak keesokan harinya.
Sementara di hari H acara hajat, ibu-ibu tentu sibuk memasak, menyajikan makanan ke prasmanan, dan mencuci alat makan. Sedangkan di H+1, para ibu sibuk untuk membungkus beberapa sisa makanan ke dalam besek untuk hantaran para tamu undangan yang tidak sempat datang di hari H maupun bagi keluarga jauh si empunya hajat.
